17 Des 2011

Tiba di LCCT

Saya tertidur pulas, akhirnya. Namun hanya sebentar, sekitar 30 menit. Pramugari menyebut nama saya, “Miss Santika,”

Saya merespon dengan cepat, “No, but Sartika,”

Si pramugari meminta maaf. Dan memberi saya sekotak makanan yang telah saya pesan saat membeli tiket pesawat secara online. Aromanya begitu menggoda. Campuran rempah-rempah yang tak biasa di hidung saya. Penasaran tentunya. Mata saya tak ingin tidur lagi. Ingin langsung melahapnya. Apalagi, belum ada makanan atau minuman yang saya cicipi sejak pagi.

Kotak makanan itu dari aluminium foil. Masih hangat. Di atasnya tertulis Air Asia Cafe. Enjoy. Pak Nasser’s Nasi Lemak. Selain kotak makanan, pramugari juga memberi saya kemasan kecil air minum. Tadinya saya pikir puding karena kemasannya yang hampir mirip dengan kemasan Okky Jelly. Mini. Merknya Spritzer. Produk dari Malaysia.

Melihat ukuran kemasannya, tentu menurut saya airnya tak cukup. Jadi saya meneguk sedikit dan membuka kemasan makanan. Aromanya semakin menggila. Melihat isinya, saya semakin ingin tahu. Terbuat dari apa makanan yang sebentar lagi kulahap.

Ada kertas di pinggiran kemasan. Ingredients (bahan): chicken rendang atau rencang ayam terbuat dari bahan-bahan chicken (ayam), turmeric (kunyit), lime leaf (daun jeruk), lengkuas, lemongrass (serai), garlic (bawang putih), bawang bombai, coconut milk (santan), chili (cabe), kelapa giling, salt (garam), cooking oil (minyak goreng), sugar (gula), chicken stock (kaldu ayam), dan water(air).

Di sudut dalam kotak, ada sambal. Bahan-bahannya, Garlic, onion, salt, sugar, asam, chili paste, shrimps (udang), anchovies powder (teri bubuk), dan minyak goreng.

Dan tentu saja ada nasi. Tapi juga dibuat tidak hanya dengan campuran air saja lalu dimasak melainkan menggunakan beberapa bahan seperti santan, salt, minyak goreng, daun pandan, jahe, onion dan beras.

Juga ada lauk tambahan di dalamnya adalah telur rebus yang dibagi dua, ikan teri dan kacang rebus.

Saya mencicipi nasinya. Rasanya seperti nasi uduk. Hampir sama persis, tapi saya masih bisa merasakan rasa jahenya. Menyenangkan. Lalu memadukan nasi dan ayam rendang dan lauk lain. Sayang, saya tak begitu menikmati kacang rebusnya. Saya menyisihkan kacang tersebut di bagian penutup kemasan makanan.

Saya melahap nasi lemak dengan puas. Di leher saya terasa sekali bumbu ayam rendang. Hingga saat bersendawa kecil, terasa sekali di tenggorokan dan akhirnya eneq. Dan berhenti. Lalu menghabiskan air mineral mini saya dengan sekali teguk. Rasanya tak cukup.

Saya menutup kembali kemasan dan memperhatikan beberapa tulisan di sana. Kandungan protein, lemak, karbohidrat dan energinya. Ada juga batas kadaluarsa atau expired hingga 6 Desember 2011. Lama juga.

Sekitar 35 menit selesai makan, pramugari berjalan dan mengumpulkan kemasan-kemasan makanan.
Saya mulai bosan. Baru kali ini saya berada di pesawat lebih dari satu setengah jam. Masih ada waktu 30 menit sebelum tiba di Kuala Lumpur. Saya memilih tak tidur. Rotika, perempuan di sebelah saya masih tertidur pulas. Mulutnya masih setengah terbuka. Aroma makanan sudah menghilang. Berganti aroma yang lain. Membuat saya tak sabar ingin segera tiba.

Saya memandang ke awan. Putih. Bersih. Menggumpal. Menenangkan. Ada suara pria yang mengatakan bahwa dalam waktu 20 menit lagi pesawat akan mendarat di LCCT Airport Kuala Lumpur. Hati saya sungguh gembira. Saya pastikan bahwa sabuk pengaman telah terpasang di pinggang. Meja saya kembalikan ke posisi semula, di balik kursi yang ada di depan. Dan sandaran kursi telah tegak. Semua saya lakukan sebelum ada perintah.

Kuala Lumpur terlihat sangat kecil di bawah sana. Saya tak mau menyia-nyiakan kesempatan memandangnya dari atas. Pesawat semakin mendekat. Berbelok arah. Rasanya mengerikan. Turun perlahan. Roda pesawat telah keluar dari tempat persembunyiannya. Kami segera mendarat. Segera, segera dan akhirnya mendarat. Pesawat melaju kencang dan berhenti perlahan. Penumpang berkemas. Mereka mulai mengaktifkan ponsel meski sebelumnya telah ada pemberitahuan untuk mengaktifkannya setelah berada di terminal. Mereka sudah tak sabar memberi kabar ketibaan.

Saya melepas sabuk pengaman. Menunggu dan tak ingin terburu-buru. Hingga mulai sepi dan saya berdiri. Mengambil ransel dan berjalan keluar dari pesawat. Pramugari mengucapkan terimakasih dalam bahasa inggris saat saya keluar. Saya mengikuti penumpang lain menuju LCCT sambil terus membaca petunjuk. Cukup jauh berjalan.

Hingga setelah naik ke eskalator, menemukan kebingungan. Di ruangan yang besar. Sebelah kiri adalah tempat yang disediakan untuk mengisi kartu untuk mereka yang paspornya dari luar Malaysia. Termasuk saya. Namun, saya tak langsung ke sana melainkan antri di jalan masuk untuk warga Malaysia. Saya mulai merasa aneh. Seorang gadis melihat paspor saya dan mengarahkan saya agar ke bagian pengisian kartu. Saya antri di tempat yang salah. Saya mengucapkan terimakasih dan bergegas ke tempat yang seharusnya.

Saya mendapati beberapa orang lainnya sedang mengisi sebuah kartu. Itu adalah kartu ketibaan warga pendatang. Saya mengambil salah satunya. Mengisinya dengan benar. Data pribadi, paspor, status kenegaraan dan tujuan mendatangi Kuala Lumpur. Di sebelah kanan dan kiri saya banyak yang kebingungan karena tulisan di kartunya menggunakan bahasa inggris. Mereka adalah Tenaga Kerja Indonesia. Meski sudah bertahun-tahun bekerja di sana, mereka masih bingung mengisi kartu tersebut. Dua orang perempuan meminta saya mengajarkan mereka. Sedang satu orang lainnya mengambil kartu saya dan melihatnya sebagai contoh. Setelah mereka selesai, saya pamit dan membawa kartu.

Saya berlari kecil dan masuk menyusuri tali merah yang terpasang berliku untuk menuju ke tempat dimana kartu tersebut diserahkan. Ada loket-loket berjejer di sana. Lebih dari 10 loket. Sudah menunggu petugas imigrasi di dalamnya. Saya mendapatkan petugas perempuan. Menyerahkan kartu, paspor dan boarding pass. Ia bertanya tujuan saya ke Kuala Lumpur. Saya menjawab bahwa saya hanya transit saja selama lima jam dan melanjutkan perjalanan ke India pukul 16.30. Ia meminta tiket saya. Memeriksanya.

Petugas perempuan itu mulai mengetik dan memasukkan data-data ke komputer di hadapannya. Lalu memperhatikan paspor saya. Ia kemudian meminta saya meletakkan kedua jari telunjuk ke sebuah alat, sambil ia memperhatikan komputernya. Cukup lama. Dan akhirnya ia bilang, OK.

Perempuan itu mengembalikan paspor, tiket dan boarding pass saya. Saya berlari menuju tempat pengambilan barang yang disimpan di bagasi sebelumnya. Saya mengikuti petunjuk yang tertulis pada bagian atas ruangan. Menuruni eskalator dan berbelok ke kanan. Alatnya sudah tak bergerak lagi. Penumpang tak ada lagi yang menunggu barang. Sudah selesai. Saya panik dan mencari ransel saya. Tapi, setelah ke bagian sebelah kanan tempat pengambilan barang bagasi, ternyata di sana cukup banyak tas yang tercecer tak karuan. Salah satunya adalah ransel saya. Legah rasanya. Syukurlah.

Saya mengangkatnya dengan lembut. Dua ransel telah berada di belakang punggung dan di bagian depan saya. Lumayan berat.

Saya menuju ke tempat penukaran uang. Menukar uang Rupiah ke Ringgit. Awalnya saya ragu dan khawatir. Ini kali pertama saya.

“Excuse me, I want to change my money from Rupiah to Ringgit,” kataku.

“Okay, how much Rupiah you have,”

“I have two hundred thousand rupiah, how much Ringgit I can get from you,”

Dia memperlihatkan kalkulator. Di sana ada angka 4.500. Dia mengatakan bahwa jumlah tersebut adalah kurs. Saya menukarkan uang saya sebanyak 200 ribu. Dan perempuan yang melayani saya dengan tidak begitu ramah kemudian memberi saya uang sebanyak MYR 61.60.

Saya kemudian duduk di sebuah kursi. Memperhatikan Ringgit yang saya punya. Tak nyaman berlama-lama, saya memutuskan berkeliling LCCT Airport.

The Low Cost Carries terminal atau LCCT merupakan bandara khusus yang dibangun untuk penumpang yang menggunakan maskapai dengan harga rendah atau murah. Kebanyakan mereka adalah penumpang dari maskapai penerbangan Air Asia. Lokasinya sekitar 20 kilometer dari Kuala Lumpur International Airport, bangunan terminal utama.
Saya berjalan menuju sebuah toko bernama Zona. Membeli sebotol air mineral seharga MYR 1.50. Lalu berjalan mengelilingi terminal hingga bosan. Memilih tempat duduk dan mendengarkan musik.

Dua jam telah berlalu, saya mulai bosan. Saya mencoba mengaktifkan ponsel saya. Ada sms dari Eko. “Dimana maki?” Ketika ingin menyesuaikan jam sesuai waktu Kuala Lumpur, ponsel saya berdering. Tak sengaja saya memencet salah satu tombol dan terdengar suara. Lalu mati. Roaming. Saya menuju ke sebuah telefon umum. Memasukkan koin 20 sen, memencet nomor Eko. Tapi tak bisa. Seorang pria membantu saya. Namun tak berhasil. Saya pergi.

Saya teringat bahwa saya belum menukar beberapa uang rupiah saya ke bentuk Rupee. Saya menuju ke penukaran uang. Seorang perempuan berjilbab menyambut saya. Saya menyerahkan uang saya sejumlah 370 ribu. Tapi, menurut perempuan itu, harus menukarnya ke Ringgit dulu lalu ke Rupee. Kursnya adalah 3500. Berbeda dengan sebelumnya. Ia kemudian memberi saya uang INR 1.500 dan MYR 111.75.

Saya mengambil tas. Koin sen saya berhamburan. Pria Jepang membantu saya memungutnya. Memberikan uang yang ia pungut ke saya sambil bercanda, “This is my mine?” Kami tertawa bersama. Saya mengucapkan terimakasih dan pergi. Menunggu hingga jadwal check in dibuka.

Waktu menunggu yang lama. Saat itu sudah pukul 15.00. Pesawat saya akan berangkat pukul 18.30. Masih lama. Saya sebenarnya tak bosan. Hanya gelisah, ingin segera mengirim kabar ke Ibu, Kakak dan Eko.

Tidak ada komentar: