Sekitar pukul 11.oo Wita. Aku dan teman-teman mendapat info bahwa tiga kecamatan terendam banjir di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.
"Pasti sungai Rongkong meluap lagi," pikirku.
"Pasti naik perahu lagi," pikirku lagi beberapa saat kemudian.
"Pasti ketemu buaya lagi. Tidaaaaaakkk!!!" pikirku untuk ketiga kalinya.
Tiba di lokasi, Kecamatan Sabbang. Perahu yang akan kami gunakan sudah menunggu. Sambil shooting sana, shooting sini, aku tetap perhatikan sekitar sungai. Jangan sampai ada buaya yang nongkrong sambil berjemur. Terasa sangat menyeramkan. Ketakutanku serasa menghantuiku.
15 menit menelusuri sungai, kami tiba di rumah kepala Dusun di antara kebun kakao. Karena perahu tak bisa masuk tepat di depan rumahnya, kami terpaksa harus turun dari perahu. Jalan menuju rumah pak dusun sudah berubah menjadi sungai.
"kalau musim hujan, pasti daerah ini banjir, air sungai rongkong meluap, karena tanggulnya jebol" kata pak dusun.
Untuk masuk ke halaman rumah pak dusun saja, ketinggian airnya sampai pinggang orang dewasa. AKu terus menyusuri jalan dengan meraba-raba tanah dengan telapak kakiku. Sayangnya, aku kurang berhati-hati hingga tiba-tiba aku terpeleset dan masuk ke dalam selokan. Semua tertawa.
Jalan yang licin rupanya tidak hanya menjebakku hingga terjatuh. Tapi, beberapa teman ikut jatuh atau sekedar terpeleset. Untunglah kami bisa menyelematkan kamera kami.
Setelah mengambil gambar dan wawancara, kami menyempatkan foto-foto dengan warga setempat. Lalu berjalan-jalan keliling desa. Air merendam seluruh jalan-jalan desa. Rumah beserta isinya juga menjadi sasaran air yang terus mengalir. Sambil meraba-raba jalan, aku terus memperhatikan aktivitas warga. Ada yang membersihkan rumah. Berkumpul. Mencari kutu. Anak-anak bermain. Ibu menyusui. Dan paling menarik, saat mataku menatap seorang pria yang sedang memanjat pohon. Wah... pria itu sedang meracik ballo. Minuman khas Makassar yang memabukkan. Di bawah pohon, banyak warga yang sudah menunggu. Mulai dari anak berumur tiga tahun sampai para lansia. Aku mendekati mereka. Pemanjatnya turun, anak-anak berebut sambil memegang gelas masing-masing dan meminta racikan ballo'. Seorang ibu mengajakku mencicipi minuman itu. Dan aku katakan saja, "Dengan senang hati.." hahaha...
rasanya pahit. Tapi aku bahagia. Mereka sangat ramah. Aku menemukan kesenangan yang begitu manis bersama mereka. Tertawa, bercerita dan mendengarkan harapan mereka.
"Semoga esok banjir akan surut,"
Beberapa meter dari tempat kami, sebuah perahu telah menjemput aku dan teman-teman wartawan lainnya. Kami pulang, membawa harapan itu.
"Semoga mereka dilindungi Tuhan." batinku.
2 komentar:
Sehabis tanda titik, harus huruf besar. Sampai sekarang Andreas masih sering menegur kesalahan ketik saya. Ia mengirimiku email, jangan sampai salah ketik itu bisa menurunkan harga kita sebagai seorang penulis.
Toh, hebatki pale menulis. Ayo dikasi panjang. Buat alur ceritanya. Ok
Bagus fotonya, tapi janaganmi dipamer kalau lagi mangiruk...heheheeee.
Posting Komentar